BPMPD Akui Rencana ‘Plesiran’ ke Bali Bersama Kades
Diprediksi Biaya Studi Banding ke Bali Habiskan Anggaran Miliaran Rupiah
CIKARANG PUSAT – Desas desus rencana Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Bekasi, berangkatkan Kades, Sekdes, serta Ketua BPD se Kabupaten Bekasi, untuk studi banding ke Bali, kian santer terdengar. Yang jadi polemik, jika itu jadi terlaksana, dari mana sumber anggaran yang akan digunakan.
Kalkulasi logis sederhana mencatat, jika tiap Desa dan kelurahan diwakili tiga orang seperti disebut diatas, dikalikan jumlah desa dan kelurahan yakni sebanyak 187, belum lagi ditambah personel BPMPD sendiri, berapa grand total anggaran yang akan dikeluarkan? Isu yang beredar, tiap kepala keluarkan Rp 7 juta. Artinya, tiap desa Rp 21 juta, dikalikan 187, maka didapat angka fantastis, sebesar Rp 3.927.000.000,-. Perlu digaris bawahi, itu belum termasuk personel BPMPD yang akan turut serta kesana.
Kepala BPMPD Kabupaten Bekasi, Abdul Karim pun akhirnya angkat bicara. Dirinya membenarkan rencana keberangkatan tersebut. Kendati demikian, ia mengaku akan gunakan sumber anggaran dari APBD Kabupaten Bekasi.
APBD,” singkatnya saat ditanya soal sumber anggaran keberangkatan, via seluler, Kamis (13/11).Disinggung rencana keberangkatan, Karim mengaku belum pasti. Pasalnya, diakuinya saat ini masih dalam proses persiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.“Belum tau, lagi dicek dulu kesiapan semuanya,” singkatnya lagi.
Statement singkat Kepala BPMPD tersebut sangatlah berbanding terbalik, dibandingkan komentar Kepala Forum Badan Permusyawaratan Desa (F BPD) Kabupaten Bekasi, Zuli Zulkifli. Diketahui, dirinya sangat menentang rencana BPMPD tersebut. Alasannya jelas, memakan biaya yang sangat besar. Apalagi, anggaran yang dipakai untuk studi banding, diakuinya, mengunakan dana Dana Alokasi Desa (DAD), bukan APBD Kabupaten Bekasi.
Dikatakan Zuli, anggaran yang digunakan untuk studi banding, merupakan anggaran yang dialokasikan untuk keuangan desa. Bahkan, setiap desa dikenakan biaya sebesar Rp 21 juta. Jadi menurutnya, study banding tersebut tetap saja dibiayai oleh pemerintahan desa, sedangkan BPMPD hanya sebagai fasilitator.
“Satu desa diminta memberangkatkan tiga orang, satu orang dikenakan biaya sebesar Rp 7 juta. Parahnya lagi, anggaran itu diambil dari DAD, ini namanya BPMPD merampas otonomi desa,” ujarnya.
Keuangan desa, lanjutnya, memiliki otonomi tersendiri. Desa bisa mengelola keuangan tersebut, walaupun menurutnya, sumber keuangan desa berasal dari pemerintah daerah. Jadi kata Zuli, BPMPD tidak bisa intervensi keuangan otonomi desa.
“Kami FBPD menduga, study banding ke Bali merupakan akal-akalan BPMPD,” ujarnya.Tudingan FBPD menurutnya bukan tanpa alasan, karena kata Zuli, di anggaran perubahan tahun 2014 ini, setiap desa rata-rata mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 250 juta. Jadi, lanjutnya, study banding tersebut diduga hanya untuk kepentingan oknum di BPMPD.Sebelumnya, Wabup Rohim Mintaredja menanggapi normatif rencana tersebut. Pasalnya, pihaknya sampai saat ini juga belum menerima laporan perihal rencana tersebut.
“Wah saya baru tahu dari wartawan nih, soalnya belum ada laporan ke saya, dan kegiatannya pun saya belum tahu tuh,” kata Rohim Mintareja, Selasa (11/11).
Namun kata dia, jika rencana tersebut sudah dicantumkan dalam Daftar Perencanaan Anggaran (DPA) dan anggarannya pun ada, hal itu sah-sah saja. Akan tetapi menurutnya, kegiatan tersebut harus ada manfaatnya, karena keberangkatan Kades, Sekdes dan Ketua BPD ke Bali untuk Study Banding.
“Kalau ada manfaatnya ya sah-sah saja. Karena tujuan study banding kesana (Bali) harus pasti,” ungkapnya.
Disinggung sumber anggaran seperti dikatakan Zuli diatas, dirinya jadi pertanyakan keberangkatan Kades, Sekdes, dan BPD ke Bali yang menggunakan anggaran Dana Alokasi Desa (DAD), apakah tidak mengganggu keuangan desa.
“Selagi tidak mengganggu keuangan desa dan yang lainnya, silahkan saja,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar